Langsung ke konten utama

“Tetap Bercahaya, Lilin ku”



Hujan yang turun di sore itu membuat Aditya termenung. Sambil menatap alam sekitar yang di basahi hujan, Adit pun memanggil “ma..ma, pa..pa” dengan suara yang kedengarannya tak tahan rindu. Mendengar suara Adit, kakek yang sedang membereskan baju hasil jahitan langsung berhenti.
Kakek menghampiri Adit yang sedang berdiri didekat jendela kamar tidur.
“Dit,jangan sedih. Perceraian mama dan bapakmu 17 tahun yang lalu tak boleh di tangisi terus. Percayalah kita pasti mampu menghadapi keadaan ini.” kata kakek sambil mendekat dan memeluk Adit.
“iya kek” kata Adit.
Sang kakek yang tidak mau melihat Adit sedih langsung melepaskan pelukannya dan berkata “Dit, sudah kakek siapkan ikan goreng, sambal dan nasi hangat untuk mu. Ayo makanlah”.
“Makasih kek, maaf Adit tidak membantu kakek masak hari ini” jawab Adit dengan perasaan bersalah.
“Tak usah memikirkan yang lain. Yang harus dipikirkan adalah persiapan untuk Ujian Nasional besok. Malam ini kakek tidak menjahit. Lilin kita tinggal sebatang. Kamu gunakan  untuk belajar dan persiapan UN besok.” kata kakek”
            Di desa tempat tinggal Adit dan kakeknya belum tersedia listrik. Warga desa tersebut menggunakan lilin sebagai penerang pada malam hari. Lilin yang dipakai pun harus di beli di kota yang perjalanannya  dengan truk desa membutuhkan waktu 5 jam.
Adit melangkahkan kaki menuju ke dapur untuk menyantap makanan yang telah di siapkan kakeknya. Setelah makan Adit menghampiri kakek yang sedang menyalakan lilin untuk dipakai belajar oleh Adit.
Adit bertanya “kek, bolehkah lulus SMA nanti Adit menggantikan kakek bekerja? Adit tidak ingin kakek terus bekerja untuk menghidupi Adit. Kakek sudah tua, bukan waktunya kakek untuk bekerja” dengan meyakinkan ke kakeknya.
Seketika suasana hening. Yang terdengar hanyalah bunyi nafas kakek.
Dalam terangnya sinar lilin di depan mata kakek, terlihat  setitik air yang turun dari mata kakek dan membasahi di wajahnya.
Tanpa berkata-kata, Adit mengambil lilin dari sang kakek dan meletakkan di meja yang sudah tersedia buku-buku untuk dipelajarinya.
Kakek duduk di kursi andalannya yaitu kursi tempat Ia biasa menjahit yang hanya berbatas meja dengan kursi yang dipakai Adit untuk belajar. Beberapa menit kemudian, Adit yang dalam keseriusan belajar, berhenti belajar dan melanjutkan pertanyaan.
“kek, bagaimana dengan pertanyaan Adit tadi? Kakek setuju kan?”
Kakek tak langsung menjawab.
Adit melanjutkan, “kek, dari Adit kecil sampai sudah 17 tahun ini kakek yang bersusah payah setiap minggu ke kota untuk membeli lilin. Kakek menjahit untuk mencari penghasilan demi kehidupan kita setiap hari. Sudah saatnya kita gantian kek, biar Adit yang setiap minggu ke kota untuk membeli lilin. Selama ini kakek tidak pernah memperbolehkan Adit untuk bekerja. Tugas Adit hanyalah belajar setiap hari”.
Adit tak kuasa menahan air mata dan langsung berlari menuju pintu ruang tamu yang masih terbuka.
“Dit  kalau kamu mau menggantikan kakek, untuk apa kakek ke kota setiap minggu untuk membeli lilin yang di pakai belajar setiap malam?, untuk apa kakek menyuruhmu belajar setiap hari?, untuk apa kamu peroleh peringkat pertama setiap semester? Kamu harus kuliah Dit, harus jadi orang yang bekerja di kantor. Buat papa dan mama mu bangga. Kakek tidak meminta hal yang lain, kakek hanya minta kamu sukses”
Adit berlari ke kursi tempat jahitnya kakek dan memeluk erat  kakeknya sambil berkata “makasih kakek ku sayang” Adit dan kakek saling berpelukan.

3 hari berlalu UN selesai. Sebulan setelah itu hasil UN diterima. Adit mendapat peringkat 1 di UN. Akhirnya Adit mendapat beasiswa dari sekolah kelistrikan (PLN) dan Adit harus pindah ke kota. 1 hari sebelum keberangkatan Adit ke kota, kakek berpesan  “Dit, sekolah yang benar ya cucu ku. Jadi orang berguna di sana. Kakek akan selalu mendoakanmu”.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun . Rasa rindu Adit kepada kakek tetaplah di tahan karena selama perkuliahan mahasiswa tidak diijinkan pulang dengan alasan apapun.
Masa perkuliahan pun di lewati Adit dengan baik selama 2 tahun. 1 bulan sebelum lulus,  sekolah  kelistrikan melakukan pengadaan listrik ke tempat-tempat terpencil. Dan desa yang mana Adit berasal merupakan salah satu desa yang di lakukan pengadaan.
Pagi itu dalam perjalanan, rasanya Adit ingin cepat sampai ke tempat tinggalnya untuk segera bertemu dan memeluk erat kakeknya yang Ia tinggalkan 2 tahun.
Sesampainya di desa, team sekolah kelistrikan dapat melakukan pengadaan listrik dengan baik.
Masih tersisa beberapa menit sebelum waktunya untuk berangkat kembali ke kota. Kesempatan inilah yang yang di gunakan Adit untuk ke tempat tinggalnya. Namun sesampainya di rumah, Ia tidak bertemu  dengan sang kakek. Akhirnya Adit menulis surat  untuk sang kakek.
 “ Yang tersayang kakek
Halo kek… Adit rindu sama kakek. Kakek sehat kan? Jangan pernah kakek khawatir sama Adit. Adit selalu sehat kek. Kakek pasti ke kota untuk membeli lilin kan? Adit kangen dan ingin bertemu. Walaupun tidak bertemu kakek tapi keadaan rumah yang masih sama seperti dulu sudah menjawab rasa rindunya Adit. Oya kek, Sesampainya di rumah tekan tombol listrik di dinding dekat pintu depan ya kek. Namun ini mungkin tidak penting untuk kakek. Bulan depan Adit wisuda kek, nanti kakek di jemput petugas dari sekolah Adit. Salam sayang dan rindu, cucu mu Adit ”

Waktu menunjukan pukul 19.00 WIB tibalah Adit dan team dari sekolah kelistrikan di kota. Di jam yang sama, tibalah juga kakek di desa.
Kakek kaget melihat surat di atas meja. Di bukalah surat tersebut.
“terima kasih Tuhan” sambil menangis.

Hari yang ditunggu oleh kakek dan Adit telah tiba. Kakek tiba di tempat wisuda 30 menit sebelum di mulainya acara tersebut.
Acara wisuda pun di mulai.
Lulusan terbaik angkatan ke 10 ini adalah Aditya Yuliando. Aditya Yuliando silahkan naik ke panggung.  “Kata Pak Joko, pimpinan sekolah kelistrikan”
Tepukan tangan terdengar dari seluruh penjuru di ruangan tersebut sambil Adit berjalan menuju ke panggung.
Adit, silahkan berbicaralah. “kata pak Joko sambil memberikan mic kepada Adit”.
Saya menyadari ini hanya anugerah Tuhan. Pada hari ini saya resmi menjadi seorang tenaga kelistrikan.
Juga saya ingin mengatakan bahwa saya memiliki penerang yang cahayanya selalu menyinari dan ada di dalam hati saya. Cahaya yang tidak pernah redup. “air mata Adit membasahi wajahnya”
LILIN…
Lilin terus memberi cahaya, terus menyala menyinari kegelapan. Tanpa ia peduli pada dirinya. Walaupun terkikis tubuhnya, ia tetap memberi cahaya dengan sempurna.
Lilin bukan hanya sebuah benda tetapi ada lilin yang tidak pernah redup yaitu kakek tersayang.
“Air mata mengalir membasahi wajah kakeknya dan hadirin ikut menangis”
Walaupun listrik di desa sudah ada kek, tapi kakek harus tau kalo cahaya kakeklah yang lebih terang.
Kakek, tolong jangan pernah lelah menjadi lilin yang cahayanya selalu ada di dalam hati ku. “suara Adit tersendat-sendat”. Adit turun dari panggung dan berlari memeluk erat kakeknya.
Dalam kehangat pelukan, kakek berkata “terima kasih cucu ku”

            Sejak saat itu Adit bekerja sebagai pimpinan di  PLN  desa, tempat  ia dibesarkan itu. Bersama kakek menjalani kehidupan yang baru.
Adit tidak pernah mendapat kasih sayang dari orang tua kandung. Adit  mendapat kasih sayang dari seorang kakek. Kakek yang sudah Adit  anggap sebagai orang tua. Entah kasih sayang kakek ke Adit seperti kasih sayang yang biasa di berikan orang tua atau tidak, namun bagi Adit kasih sayang kakek terbaik. Kakek adalah orang tua bagi Adit yang posisinya tidak bisa di gantikan oleh siapaun. 
Kakek tidak pernah lelah memperjuangkan masa depan Adit. Kini saatnya Adit memperjuangkan kebahagiaan kakek dan menjadi lilin yang selalu bercahaya. 

~SEKIAN~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Halo, Pancasila!

Pertama-tama saya mengucapkan selamat tahun baru untuk kita semua :) sudah terlambat ya? wkwk.  Pancasila, sebuah kampus yang didambakan sejak kurang lebih 8 tahun yang lalu. Hari itu, entah kapan tepatnya, awal mula tahu tentang pancasila adalah ketika iseng mencari kampus yang terima ahli jenjang ke S1-Profesi dan dari beberapa kampus yang muncul saat pencarian di google, FF Universitas Pancasila menjadi salah satu kampus yang ada dalam daftar tersebut. Mulailah saya mencari tahu tentang dimana kampus ini, berapa lama sekolahnya dan yang paling penting adalah berapa biayanya. Saya hanya sebatas mencari tahu meskipun dalam lubuk hati yang paling dalam ingin melanjutkan studi ketika lulus D3, namun disaat yang sama diriku benar-benar menyadari juga bahwa itu adalah hal yang tidak akan mungkin terjadi.  Ya, tentu dengan biaya besar yang jumlah berapa kali lipat dibanding D3 ku dulu adalah satu-satunya hal yang saya pertimbangkan. Disaat yang berdekatan, adikku juga akan masuk k...

"Kocok Dahulu"

Apa teman-teman pernah mendapat obat yang pada etiketnya tertulis “kocok dahulu”? Kalo teman-teman mendapat seperti itu, apa yang teman-teman akan lakukan? Kocok dahulu atau tidak mengocok dan langsung dituang di sendok dan langsung minum? Yuk kita mengenal lebih lanjut fakta dibalik “kocok dahulu” “kocok dahulu” sering dijumpai pada sediaan cair khususnya suspensi. Suspensi????? Maksud loh? Santai dulu broh hehe menurut kitab orang Farmasi (Farmakope Indonesia edisi V), suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair. Apa hubungannya dengan label “kocok dahulu”? Nah kata kuncinya suspensi itu partikel padat yang terdispersi. Partikel-partikel tersebut memiliki kecenderungan untuk bersatu dan membentuk suatu gumpalan sehingga mengendap di dasar botol. Sederhananya teman-teman bisa bayangkan partikel-partikel tersebut tidak larut dalam fase cairnya jadi partikel-partikelnya akan berkumpul di dasar botol. Nah jika teman...

TPPM

Tim Pendamping Pelayanan Mahasiswa. Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 26 Oktober TPPM yang baru untuk masa pelayanan 2 tahun kedepan dilantik, dengan demikian masa TPPM kami TPPM ZN selesai. Saya masih ingat dengan begitu jelas ketika pertama kali diminta kesediaan menjadi TPPM oleh kakak TPPM senior yang adalah kakak KTB saya, kak Eka. Jujur awalnya saya sedikit keberatan, masih bimbang dll dan karena waktu itu tepat dengan saya juga menyelesaikan D3. Apa saya harus tetap di Kupang? itu pikirku, sementara saya berniat untuk segera tinggalkan kota Kupang hehe. Saya tak langsung menjawab kakak KTB saya, saya masih meminta waktu untuk mendoakannya. Sayapun merasa terbeban jika mengatakan 'tidak'. Timbul dalam pikiran saya 'sudahlah tidak apa-apa, berikan waktu dulu untuk Tuhan' akhirnya saya pun mejawab 'iya kak, saya bersedia' dan saya percaya ketika saya bersedia dan mengatakan 'iya', itu hanya karena Tuhan Yesus. Saya banyak belajar dala...